Pembagian hukum Nikah menurut Ulama

Saturday, January 22, 2022 Pak Dedek 0 Comments


 Dengan memperhatikan kedua hal di atas, para ulama membagi hukum perkawinan menjadi lima, yakni: 

1.     Wajib

Perkawinan hukumnya wajib bagi seseorang yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup berumah tangga serta adanya kekhawatiran apabila tidak kawin akan mudah tergelincir untuk berbuat zina. Alasan ketentuan tersebut adalah apabila menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib, bagi orang tertentu penjagaan diri itu hanya akan terjamin denga jalan perkawinan, maka bagi orang itu melakukan perkawinan hukumnya wajib.[1]

2.     Sunnah

Perkawinan hukumnya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya dan memikul kewajiban-kewajiban dalam perkawinan. Tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina. Dalam hal ini melakukan perkawinan lebih baik daripada hidup menyendiri. Alasan hukum sunnah ini diperoleh dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang telah disebutkan dalam hal Islam menganjurkan perkawinan.[2]

3.     Haram

Perkawinan hukumnya haram bagi orang yang berkeinginan tapi tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban dalam hidup berumah tangga, sehingga apabila ia kawin akan menyusahkan istrinya. Dengan demikian apabila ia melakukan perkawinan, maka hal itu merupakan jembatan baginya untuk berbuat kezaliman, yang oleh Islam perbuatan tersebut dilarang untuk dilakukan kepada siapapun. Oleh karenanya alat atau sarana untuk berbuat zalim harus dilarang juga.

4.     Makruh

Perkawinan menjadi makruh bagi seseorang yang mampu dari segi material, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama sehingga tidak akan khawatir tersesat dalam perbuatan zina tetapi mempunyai kekhawatiran dalam memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap istrinya. Misalnya, pihak istri tergolong orang kaya dan calon suami belum mempunyai keinginan untuk kawin.[3]

5.     Mubah

Perkawinan hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai harta tetapi apabila tidak kawin tidak akan merasa khawatir akan berbuat zina dan andai kata kawin tidak akan merasa khawatir akan menyia-nyiakan kewajiban terhadap istri. Perkawinan dilakukan sekedar memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama.[4]

Demikianlah lima macam hukum nikah berdasarkan kemampuan dan sikap batin atau kemampuan memelihara diri seseorang dari hawa nafsunya. 

baca juga artikel sebelumnya.Pengertian Perkawinan 



[1]Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah, (Beirut: al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, 1969), juz 4, 4-6.

[2] Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah...., 4-6.

[3] Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah....,4-6.

[4] Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah....,4-6.

0 Comments:

BLOG_CMT_createIframe('https://www.blogger.com/rpc_relay.html', '0');